Friday, 27 May 2011

Esok , Masihkah Ada Beras Untuk Kita ?

Lokasi Ligan
Nun jauh di utara sana……………. Di kaki Bukit Barisan, di desa Ligan di pedalaman Kabupaten Aceh Jaya (dulu termasuk bagian dari Aceh Barat), tersebutlah sebuah areal permukiman diapit oleh Krueng Ligan dan Krueng Masen. Pada tahun 70-80-an (entah karena dipaksakan) ditempatkanlah transmigran dengan nama SP-3 (satuan permukiman),  SP-4 dan SP-5, dengan populasi ketiga permukiman mendekati 200 kepala keluarga. Seiring dengan perjalanan waktu dan usaha kerja keras para transmigran serta didukung oleh alam yang subur dan air mengalir berlimpah dari kaki bukit, berkembanglah permukiman ini menjadi gemah-ripah, ekslusif dan lebih berkilau jauh meninggalkan desa-desa sekitar.

Gedung Sekolah Dasar
Menjelang pagi, dibuka alunan azan mesjid, yang disusul klakson angkutan reguler dari permukiman ini sampai Kota Banda Aceh yang berjarak sekitar 250 Km, pergi pagi pulang petang, berlanjut suasana sekolah dasar dengan gedung yang berdiri indah di tengah sawah, dipenuhi oleh gelak-tawa anak-anak yang berwajah ceria, kegiatan belajar yang seperti negeri impian, sejuk diiringi oleh  kicauan burung bernyanyi.  Sementara si ayah lengkap dengan cangkul dan camping, kadang disertai joran kail, berlenggang menuju sawah sambil bersiul. 


Perayaan 17 Agustus
Saat matahari tegak lurus bumi, si anak sekolah berlari pulang, sedangkan si ibu melenggok dengan tentengan di tangan kanan menyusul sang ayah ke sawah. Menjelang sore hari lapangan volli dipenuhi sorak-sorai, pukulan bola dan lompatan, dijejeri oleh pedagang keliling yang telah capek keluar-masuk gang, ah…..kemeriahan layaknya perayaan tujuh belasan. Kemudian menjelang malam, terdengarlah nyanyian jangkrik yang menceritakan sang rembulan.
Lahan sawah yang subur
Bahkan pada rumah-rumah tertentu ada sudah berdiri kokoh antena parabola mendongak ke langit dan sepeda motor tahun terbaru yang terparkir mulus di halaman, sementara pada bagian belakang terdapat tambak ikan pribadi yang digabung dengan sarana mck,  bagian samping yang tertata ditanami tumbuhan sayur seperti singkong, pohon katuk, kunyit, lengkuas, jahe dan lain-lain serta dikelilingi pagar kayu dengan berbagai warna. Di luar sejauh mata memandang, nampaklah hamparan sawah yang menghijau, berubah menjadi warna kuning keemasan saat panen menjelang.  Rombongan sapi yang nyaman merumput terlihat mengganguk-angguk jauh di kaki bukit, sementara anak kambing yang ribut mencari si induknya dan kotek ayam betina yang memberitahukan telor sudah siap untuk digoreng.

Krueng Ligan NAD
Memang pada saat musim tertentu, ada kalanya rombongan gajah turun meluluh-lantakkan kebun tanaman, cukup sering pula pagi hari ditemukan jejak kaki harimau dan seekor kambing telah hilang. Terkadang pula Krueng Ligan dan Krueng Masen pernah sama-sama mengamuk menenggelamkan tanaman padi terendam dan menghalau ikan dari tambak-tambak. Namun selain itu hanya rasa optimis dan syukur yang ada atas berkah yang turun dari langit dan wajah-wajah mencerminkan kepastian dari sebuah harapan  untuk menuju masa depan yang lebih baik, gemilang, makmur seperti yang tertulis di buku-buku pendidikan moral Pancasila (PMP).
Pemukiman Menghutan Kembali
Namun harapan dan kenyataan  sering tidak seiring, yang diawali dengan perubahan politik, akhirnya menjadi konfilk yang berkepanjangan. Satuan permukiman inipun secara tragis menjadi bubar dan lenyap, ada transmigran yang pulang kembali ke desa awal, ada yang terlunta-lunta, ada yang merantau ke daerah lain dan ada pula yang berasisimilasi dengan masayarakat sekitar. Tahun 2007 ini permukiman itu menjadi kembali menjadi belantara jaman purba, dengan semak-belukar yang menjulang di atas kepala, lahan kembali menjadi rawa karena sungai/drainase yang mendangkal, menyempit dan tidak terawat. Tak ada lagi rumah, jalan,  mesjid, sekolah, lapangan voli, sapi dan manusia di sana, yang sering dijumpai malah jejak gajah, harimau, rusa, babi hutan dan ular sendok.
Sebuah potret Indonesiaku yang cemburu …….
Jejak Gajah
Kecemburuan terhadap komunitas yang maju dari hasil kerja keras memang terjadi dimana-mana di bumi Nusantara ini, dicemburui oleh masyarakat sekeliling kawasan sekitar yang miskin dan vakum.  Kecemburuan di desa ini mungkin termasuk paling ekstrim di negeri ini, namun dengan skala yang bervariasi, kecemburuan seperti ini terasa pula di Sitiung (Sumatera), Sanggau-Batulicin (Kalimantan), Wae Apu (Buru), Kaeratu-Kobisonta (Seram) dan di tempat lain yang sejenis. Seperti api dalam sekam, sangat rawan untuk ditiup, apalagi kalau dikaitkan pada perbedaan suku, agama, ras dan antar golongan (sara), maka potensi konflik akan meledak-menggelegar dengan seketika.
Saluran air di Pekalongan
Kita memang punya komunitas masyarakat pengelola tanah pertanian yang handal, ulet dan mau bekerja keras yang tentunya dengan rahmat Tuhan akan dapat berhasil dan menikmati hidup dengan berkecukupan. Masyarakat yang mempunyai kebudayaan pertanian yang panjang berpuluh abad, dengan menghargai kekayaan alam yang dipersembahkan oleh lahan dan air dan patuh terhadap undang-undang nomor 7 tahun 2004 tentang sumber daya air. Namun apa boleh buat, lahan pertanian di wilayahnya makin hari makin surut,  tertelan oleh pesatnya perkembangan kota, jalan tol, real estate dan industri. 
Bangunan Bagi di Kalimantan Selatan
Sementara di wilayah lain dibangun sarana irigasi, namun sering sia-sia bahkan kadang-kadang bangunan-bangunan tersebut terlihat sedih menunggu sawah dikelola serta menanti tanaman padi bertumbuh. Daerah irigasi tidak berfungsi optimal (seperti yang diharapkan pada tahap studi kelayakan), di mana realisasi lahan sawah fungsional jauh di bawah rencana lahan potensial dan saluran-saluran irigasi yang kosong melompong tak berair, bahkan pintu-pintu air sering berpindah ke juragan besi tua. 

Pada saluran irigasi yang lain terjadi pengambilan air liar yang semaunya oleh masyarakat yang tidak mematuhi undang-undang yang memang tidak pernah ditegaskan sangsi/hukumannya. Dengan budaya masyarakat yang umumnya hanya mau menanam padi sekali setahun, malas, ogah-ogahan untuk hidup pas-pasanpun terasa susah, menyepelekan ketersedian lahan yang luas dan air yang melimpah. Ketika para pengelola sawah handal dan terampil didatangkan dan mereka menjadi makmur, terjadilah kecemburuan dari masyarakat sekitar, berputar seperti lingkaran setan.

Entah menuju kemana pertanian kita, masihkah esok pagi ada beras untuk kita……
Atau kita hanya menunggunya dari negeri gajah………….
Catatan dari Perca Island
Alesmoan (2007)

Kekhawatiran Seorang Direktur Teknik



Wai Musi Ceram Island
Menjelang musim kemarau yang berkepanjangan ini, seorang temanyangmenjabat direktur teknik dari perusahaan daerah air minum (pdam)  terlihat risau dan kawatir. Sebagai eksekutifyangrelatif masih muda (usia 40-50) dan menapaki jenjang karir, mulai dari pegawai rendahan di lapanganyangdilanjutkan dengan menggumuli bagian perencanaan teknik sampai akhirnya sekarang dipercaya memangku sebuah jabatan penentu kebijakan, tentu cukup paham dan mengetahui betul sumber kesulitan-kesulitan memasok air baku untuk diolah menjadi air bersih/minum jika saatnya musim kemarauyangberkepanjangan tiba.
Pengalaman di akhir tahun 2005 yang termasuk musim kemarau yang cukup panjang, sehingga banyak malam Ia dihabiskan berjaga/ronda dan  melakukan pemantauan akan naiknya pasang air laut.
Wai Samal Ceram I
Dimana pada saat pasokan air sungai dari hulu menipis, maka saat pasang air laut akan mencapai lokasi pengambilan air (intake), sehingga air tersebut tidak dapat diolah instalasi pengolahan air (ipa) untuk menjadi air tawar. Saat itu pula pernah menyelusuri alur sungai sampai jauh ke hulu, untuk mencari cadangan airyangdapat digunakan sebagai pasokan air baku. Disanalah diketahui  bahwa wadukyangpernah kebanggaan masyarakat provinsinya dalam keadaan tidak terawat dan tidak lagi menjadi reservoiryangdapat diandalkan serta hutannyayangsudah gundul sehingga tidak dapat menyimpan air secara alami. 
Wai Musi Ceram Island
Jika hujan datang langsung tumpah memenuhi sungai sampai meluap (banjir) bergegas menuju laut, tidak ada lagi daun, pohon bahkan semak-semakyangdapat menghentikan aliran air sejenak. Memang hutan kita sudah hancur……………… pikirnya. Televisipun sering menayangkan ulasan tentang pemanasan globalyangmemicu peningkatan suhu udara dan berujung pada penguapan air (evavorasi)yangmenipiskan kandungan air, maka makin tanduslah lahan kita.
Wai Musi Ceram Island

Gurunya di sekolah dasar pernah mengajarkan dalam bentuk cerita akan perlunya reboisasi atau penghijauan kembali. Lahanyanghijau maka air hujan tidak langsung menyentuh dan menggerus permukaan tanah (erosi), air akan mengalir jernih ke sungai sedikit demi sedikit, karena terhalang/tersaring oleh tebalnya semak dan daun-daun pohonyangberguguran. Sehingga di musim kemarau sungai akan mempersembahkan panoramayangmenawanyangdiselingi oleh pacuan burungyangmencari ikan. Cerita guru tersebut kini seakan dongeng H.C. Anderson,yangselalu diakhiri dengan kejadianyangindah. Di sebuah seminar sumber daya air, pernah dipresentasikan akan perlunya kehidupanyangpeduli hemat air. 

Wai Samal Ceram Island
Dimana air yang turun (hujan) harus ditampung dalam wadah sederhana sebanyak mungkin, digunakan seperlunya. Secara perlahan-lahan kembali terkumpul di sungai dan dengan berkilauan mengalir damai menuju laut, seperti lagu Bengawan Solo (karangan Gesang). Diperlihatkan pula realita kondisi sungai kita sekarang yang menguning butak memenuhi penampang sungai dan menghanyutkan apapunyangada di sekitarnya. Di musim kemarau sungai akan dipenuhi lumpuryangmenghitam, sedangkan airnya hampir-hampir tidak mengalir jauh ke tengah sungai. Pulang dari seminar itu sang direktur teknik menyimpulkan bahwa cerita guru di atas seperti gambaran sebuah sorgayangtertulis di kitab suci saja, sangat jauh untuk dicapai.
Sungai Kusun South Kalimantan


Kembali ke keseharian dan kesibukannya sebagai pengelola air minum, menjelang musim kemarau tahun 2009 ini, mulai dihinggapi oleh rasa khawatir, ditambah pula dengan seringnya pasokan energi listrikyangmacet, sampai-sampai pada bulan-bulan terakhir perusahaan harus mengeluarkan anggaran ekstrayangcukup signifikan untuk pembelian solar sebagai bahan bakar genset. Hal itu harus dilakukan karena di kotanya tidak ada sumber air bersih lain, makanya hanya air poduksi perusahaannyalah yang menjadi satu-satunya sumber air untuk kebutuhan masyarakat sehari-hari yang sudah mendekati jumlah 600.000 jiwa. Pada perjalanan perusahaan, pernah ada memorandum of understanding dengan pengelola air irigasi di daerahnya, untuk membantu penyediaan air baku. 
Sungai Batulicin South Kalimantan
Namun dengan realitas demokrasi yang kebablasan sekarang, masyarakat tidak lagi mengindahkan amanat undang-undang nomor 7 tahun 2004 tentang sumber daya air. Terjadilah pengambilan air liar dan semaunya sepanjang saluran pada bagian hulu, adayangdigunakan untuk tambak ikan ada pula untuk kebutuhan sehari-hari. Disertai pula dengan tumbuhan gulma yang subur menutupi permukaan saluranyangmengurangi kepasitas debit air, maka pasokanyangdiperuntukkan menjadi air baku tidak dapat diandalkan.
Krueng Ligan NAD


Kekhawatiran sang direktur teknik adalah kekhawatiran yang menyeluruh, seperti : khawatir tidak dapat mensuplai air bersih sesuai kapasitas kebutuhan masyarakat, khawatir produksi air tidak sesuai standar air minum, khawatir perusahaan akan merugi dan dipertanyakan oleh masyarakat akan merembet pada kinerjanya pribadiyangdapat menyebabkan kehilangan jabatan, khawatir akan kehidupan anak dan istri serta khawatir akan masa depannya. 


Krueng Ligan NAD
Untunglah pada sela-sela musim kemarau tahun 2009 ini masih ada berkat seperti hujan sekali-sekali dan pelaksanaan pemeliharaan saluran irigasi (pembersihan gulma) baru selesai direalisasikan sehingga memperlancar aliran air dengan demikian membantu ketersediaan suplai  air baku  untuk diolah menjadi air minum
Untuk tahun ini si direktur teknik sangat mensyukuri berkahyangturun dari langit dan untuk itu Ia mengucap terimakasihyangberulang-ulang pada Sang Pencipta. Namun kekawatiran (sebagai direktur teknik ataupun kelak menjadi direktur utama) kembali akan muncul pada musim kemarau tahun mendatang, entah apakahyangakan terjadi……………


Catatan dari Borneo tahun 2009
sarah rumondang